SELAMAT DATANG

.

Sabtu, 28 Mei 2011

Mengurai Kardus Bekas, Menuai Jamur

Foto 1. Media Tanam Jamur Kardus
Tidak ada rotan, akar pun jadi. Mungkin pepatah itulah yang dijadikan pegangan oleh Bambang dalam budidaya jamur. Bila petani yang lain banyak yang berpikir dua kali untuk membudidayakan jamur merang karena harus mengeluarkan investasi yang cukup tinggi dalam pembuatan kubung, Bambang hanya memanfaatkan sebuah bangunan tua yang tidak terpakai di sekitar rumahnya untuk budidaya jamur. Bangunan seukuran 5 x 4 meter tersebut didalamnya dibuat 3 buah kubung kecil dari plastik, seperti bangunan dalam pada jamur merang dengan ukuran: 3 x 1 m, 3 x 1 m dan 3 x 1,5 m. “Dengan pemanfaatan bangunan tua ini, secara otomatis ada penghematan, karena tidak harus membuat kubung, “kata Bambang.

Di Kabupaten Indramayu, terdapat dua jenis material kubung yang digunakan petani, yang pertama menggunakan penutup bilik bambu dan yang kedua menggunakan penutup stereofoam. Kedua jenis kubung pada dasarnya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, Kubung dari bilik bambu lebih murah, hanya saja daya tahannya kurang dari 2 tahun, sedangkan yang memanfaatkan streofoam bisa bertahan hingga 5 tahun dan lebih bisa menstabilkan suhu kubung walaupun dengan harga yang lebih mahal. Carmin, petani champion jamur merang Indramayu mengatakan bahwa pada dasarnya budidaya jamur didalam bangunan bisa dilakukan asal bisa memenuhi kestabilan suhu yang diperlukan dalam pertumbuhan jamur merang.
Foto 2. Kardus bahan baku jamur

Tidak hanya material kubung jamur yang dimodifikasi oleh Bambang namun juga bahan baku, kesulitan mendapatkan jerami, karena masa tanam padi belum mulai bambang pun memanfaatkan kardus bekas dalam budidaya jamur merangnya. Prosesnya pada dasarnya sama dengan persiapan media jamur merang pada umumnya, hanya saja budidaya jamur dengan menggunakan media kardus ini tidak menggunakan kapas dan sedikit bekatul, sebagai gantinya Bambang menambahkan kangkung, bonggol pisang, abu bakar dan pupuk organik cair. Bambang mengaku dengan ukuran kubung seluas 10,5 m² di blok pasar Kerticala Kec. Tukdana Indramayu tersebut, bisa memetik jamur sekitar 1 kwintal. Dengan harga jual Rp. 15.000 per kg maka dalam satu kali produksi bisa menghasilkan keuntungan kotor Rp. 1,5 juta, dengan pengeluaran bibit dan bahan baku kardus sebesar Rp. 760.000,- maka keuntungan yang didapat sebesar Rp. 740.000,-.
Foto 3 : Nandang Nurdin (penulis) dan Bambang

Bambang cukup merasa bersyukur dengan usahanya tersebut, kesulitan yang dihadapinya adalah kesulitan bahan baku kardus, “ harga kardus bekas sekarang sudah Rp. 1.500 per kg, itupun semakin sulit didapat” kata Bambang yang selama ini mengandalkan supplai kardus dari toko-toko di sekitar rumahnya. Perkembangan inilah yang dikhawatirkan oleh Ito Sumitro, praktisi jamur, sehingga menghimbau agar petani jamur tidak lagi menggunakan media kardus, “selain harganya terus meningkat, jamurnya juga ringan dan dikhawatirkan mengandung residu kimia dari kardus dan pewarnanya. Mengingat potensi jerami yang tinggi di Kabupaten Indramayu, maka seharusnya pemanfaatan limbah padi tersebut memang layak diprioritaskan dalam budidaya jamur merang, karena konsumen menginginkan produk yang berkualitas dan menyehatkan” katanya. (Nandang)

Jumat, 15 April 2011

Sang Kuda Putih yang Meresahkan

Hampir seluruh daun mangga cengkir tersebut habis, yang tersisa hanya tulang daun. Dan di percabangan batang, nampak 'Sang Kuda Putih' tertidur bergerombol kekenyangan. 

Rois sang pemilik kebun mangga melihat menatap mangganya yang berumur 2 dan 5 tahun dengan sedih. Tanaman mangga tampak seperti habis dicukur, gundul dan yang tersisa hanya tinggal daun. Dari kenyataan itu maka Kamis, 14 Mei 2011, Tim dari Perlindungan Tanaman Hortikultura Dinas Pertanian dan Peternakan Indramayu dan KCD, PPL Pertanian setempat mengunjungi untuk mengamati kerusakan serangan dan mengidentifikasi jenis ulat yang ganas tersebut. 

Sample yang diambil dilapangan memperlihatkan bahwa species ulat yang menyerang adalah Ulat Jaran Putih (Orygia postica). Jaran Putih diambil dari Bahasa Jawa yang berarti Kuda Putih. Larva ulat ini menyerang daun, daun tanaman berlubang, pada serangan berat daun hanya tersisa tulang daun saja. Larva juga menggigit dan mengunyah daun dan menelannya. Ulat ini termasuk kedalam kategori hama minor yang merusak tanaman namun tidak mematikan secara langsung. Pengendalian terhadap hama ulat ini bisa dilakukan secara organik maupun kimiawi. Pengendalian secara organik dapat dilakuan dengan memanfaatkan musuh alami yaitu Apanteles colemaniBarchymeria femorata,Exorista bombycis sebagai parasitoid larva dan Bacillus thuringiensis dan Nucleopolyhedrosis virus sebagai patogen ulat jaran putih. Sedangkan pengendalian secara kimiawi bisa menggunakan aplikasi malathion, dimethoate dan parathion.

Wilayah yang terkena serangan hama ulat bulu di Indramayu mulai menyebar yaitu di Kecamatan Cikedung, Kertasemaya, Bangodua, Kroya, Sliyeg dan Jatibarang. Khusus untuk Kecamatan Cikedung, lokasi yang terserang terdiri dari 2 lokasi. Lokasi pertama berada di koordinat 06.56043⁰ LS 108.13545⁰ BT, atau 3,2 km arah selatan Desa Loyang Kecamatan Cikedung. Vegetasi yang diserang oleh hama ulat bulu ini adalah mangga Gedong Gincu umur 5 tahun. Lokasi yang kedua berada di koordinat 06.56419⁰ LS 108.13253⁰ BT atau 3,7 km arah selatan Desa Loyang Kecamatan Cikedung di Blok Sinang - Sumur Santri. Vegetasi yang diserang mangga cengkir berumur 2 tahun. Kontur wilayah yang terkena serangan berupa perkebunan tanaman tahunan dan tanaman keras yang berbukit-bukit sehingga mempunyai banyak musuh alami seperti burung, concorang maupun hewan lainnya.

Namun, untuk menghindari serangan yang meluas, Dinas Pertanian dan Peternakan Indramayu beserta Camat, Danramil, Perangkat desa dan kelompok tani setempat keesokan harinya (Jum'at 15/04/2011) melakukan pengendalian dengan penyemprotan insektisa berbahan aktif cypermethrin. Diharapkan upaya kebersamaan ini bisa meminimalisir serangan hama yang meresahkan tersebut. (Nandang)


Jumat, 01 April 2011

Dari 150 log percobaan, tak satu pun yg menghasilkan


Jamur yang sudah mekar jadi layu, yang baru muncul pun layu menghitam, media tidak dipenuhi miselium, kisut dan mengecil.

Jamur dalam kubung kecil ukuran 4 x 1,5 meter itu terlihat gelap, segelap harapan Johar dari Lemah Abang Indramayu yang sore itu ketika kami datangi. Johar sehari sebelumnya mengeluh ke kantor kami tentang jamur tiramnya yang tidak kunjung menghasilkan. Pensiunan salah satu instansi ini tadinya berharap ingin menghabiskan masa tuanya dengan mengembangkan budidaya jamur tiram karena melihat prospek pemasarannya yang terbuka dan perawatannya yang mudah. Antusiasme ini didukung oleh adiknya, Veby yang begitu surprise melihat jamur tiram yang biasa dikembangkan di daerah berhawa sejuk saat ini bisa tumbuh dan dibudidayakan di daerah panas seperti Indramayu, “Biasanya saya lihat di Lembang dan Bandung, sekarang kok bisa tumbuh di cuaca panas ya”, katanya keheranan.

Dengan  memanfaatkan halaman depan rumahnya, Johar membuat sebuah kubung jamur tiram kecil menempel ke dinding samping rumahnya. Kubung itu dibuat dari pagar bambu dibawah pohon mangga, “kami dikasih tahu disini, supaya sejuk”, katanya. Kubung yang terdiri dari 2 rak dengan 3 susun ini dibuat untuk menampung 150 log jamur tiram, “Tadinya kami ditawari ngambil 1.000 log, Cuma kami belum berani, namanya juga belum tahu, eh tidak tahunya mati semua, padahal untuk membuat kubung dan membeli bibit juga biayanya tidak sedikit”, kata Veby.
Setelah diidentifikasi , kami menemukan beberapa hal yang menjadi sebab jamur tiram tersebut gagal panen. Salah satunya adalah struktur bangunan kubung. Kubung jamur tiram yang baik selain harus memperhatikan sirkulasi udara dan tertutup dari gangguan binatang, juga harus mempunyai susunan rak yang baik sehingga memudahkan dalam menyimpan log jamur tiram. Kami mengamati bahwa log disimpan tidak dalam posisi menghadap ke arah pemetik, namun dibuat saling bertumpu satu sama lain.  Carmin, petani champion jamur dari Sukadana Kec. Tukdana, Indramayu mengatakan bahwa struktur kubung jamur tiram tidak boleh terlalu panas, “yang perlu diperhatikan panas itu bukan hanya dari sinar matahari, tetapi juga dari kurangnya sirkulasi udara”, katanya. Udara di sekitar kubung memang pengap karena jarak antar rumah juga demikian padat.

Lain halnya dengan Ito, pemulia tanaman dari Desa Kalensari Kec. Widasari Indramayu, ini lebih melihat faktor media yang harus diperbaiki, “Medianya kurang bagus, kisut dan kurang nutrisi. Media yang bagus adalah yang penuh dan miseliumnya tumbuh putih dan sehat”, Katanya. Senada dengan Ito, Endi juga menilai ada kekurangan pada media jamur tiram dan kurangnya pemahaman dalam perawatannya. “Log media jamur tiram yang baik itu penuh dan berisi. Kemudian sebelum miselium merambat keseluruh permukaan jamur jangan dulu dibuka dan disiram setelah itu digunting cincinnya”, kata pembuat bibit jamur tiram dari Desa Bulak Lor Kec.Jatibarang, Indramayu ini. (Nandang)

Rabu, 30 Maret 2011

Si Putih Pleurotus ostreatus Pembawa Rejeki


Foto 1. Jamur Tiram
Abdul Kanan begitu gembira mengajak kami ke ruangan kecil bekas kamar samping rumahnya, “Disini dulu pernah saya bikin kerajinan sandal, tapi bangkrut, Mas” katanya mengenang masa lalu. “Kemudian saya usaha lagi bikin bola, tapi ga jalan lagi. Alhamdulillah sekarang ada si Putih” katanya berseri-seri sambil memperlihatkan deretan rak jamur tiram hasil budidayanya.

Petani dari Sukagumiwang ini sudah membudidayakan jamur tiram di rumahnya selama 1 tahun. “Alhamdulillah Mas, dulu saya pernah usaha terus bangkrut, jadi kuli di Jakarta sampai pernah jadi TKI di luar negeri, sekarang dengan budidaya jamur tiram keluarga saya terbantu”, katanya. 

Berawal dari coba-coba dia pun mencoba membudidayakan jamur tiram, dia tertarik karena teknik budidayanya yang mudah serta pemasarannya yang gampang. Dia pun mengajak saudaranya membuat kubung sederhana dari bekas kamar depan rumahnya, dengan modal Rp. 600.000,- dia membuat rak bambu ukuran 3x6 meter, yang cukup untuk 2.000 log jamur tiram. Dengan rata-rata berat jamur 1-2 ons, maka setiap hari bisa menghasilkan 10 kg. Saat ini harga jamur tiram di petani untuk konsumsi pasar sekitar Sukagumiwang dan Kertasemaya Indramayu berkisar antara Rp. 11.000 – Rp. 13.000,- dan kebutuhan pasar masih sangat terbuka. “Saya ditawari masok 50 kg per hari, Pak..ya saya cuma kita belum sanggup” kata Suwenda saudara sepupunya yang sama-sama mengurus jarum tiram tersebut.

Foto 2. Nandang Nurdin (penulis) dan Abdul Kanan
Melihat peluang jamur tiram tersebut Abdul Kanan dan Suwenda kemudian membentuk Kelompok Tani Tiram Mandiri dan mengembangkan jaringan budidaya jamur tiram di Sukagumiwang. Jumlah Jamur Tiram yang dibudidaya sebanyak 6.800 log.”Kami berencana mengembangkan sampai 10.000 log, Pak..kami masih terkendala modal, untuk itu harus ada investasi sekitar Rp.40.000.000,-“. Lain halnya dengan Marta, lelaki periang berambut panjang ini membuat kubung di Blok Nyongat Sukgumiwang ukurannya relatif besar 9 x 4 meter, yang bisa menampung 4.800 log. Usaha yang ditekuni lebih dari 1 tahun itu saat ini telah mampu menghasilkan produksi jamur tiram 24 kg jamur tiram segar setiap hari dan dibeli oleh pengepul setempat dengan harga Rp.12.000.000,-.

Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) adalah sumber pangan bergizi tinggi yang setara daging dan ikan. Kandungan nutrisi jamur tiram per 100 gram adalah protein 10,5-30,4% Karbohidrat 56,60 %, lemak 1,7-2,2% dan serat 7,5-8,7%. Di Indonesia yang banyak dikembangkan adalah jamur tiram putih. Jamur tiram diproduksi tanpa pupuk dan pestisida. Jamur ini tumbuh dengan memanfaatkan unsur hara pada kayu yang menjadi medianya. Jmaur ini mudah dibudidayakan, tidak perlu lahan luas, teknologinya sederhana dan masa produksinya relatif lebih cepat sehingga waktu panen lebih cepat. Kubung jamur tiram juga tidak harus khusus dan bisa di ruangan mana saja asal bersuhu 22-26°C dan kelembaban 80-90%. Selain itu kubung jamur juga memerlukan intensitas cahaya sekitar 40 lux (tidak boleh gelap dan sinar matahari menyebar ke seluruh bagian rumah jamur) dan memerlukan sirkulasi udara yang lancar guna menjamin pasokan oksigen. Untuk itu, dinding rumah jamur bisa dari anyaman bambu atau tembok asal diberi ventilasi jendela.

Foto 3. Rak Jamur Merang
Perhitungan Usaha Tani

Waktu budidaya jamur tiram putih sekitar 4-5 bulan. Berdasarkan Jamur Tiram (jenis florida) : bila dalam kantong media yang dipelihara 2.000 buah, dengan bobot per kantong 1,2 kg akan diperoleh total produksi 1.200 kg. Asumsinya setiap kantong memperoleh hasil minimum, yaitu 0,50 kg. Jumlah ini sudah dikurangi resiko kegagalan. Bila modal per kantong 2.500, total modal 2.000 kantong adalah Rp. 5 juta. Harga jamur tiram ditingkat petani sekitar 8.000-12.000. Pendapatan minimum petani 9.600.000,-. Jadi laba bersih 4.600.000/musim. Keuntungan tersebut belum termasuk modal tetap untuk pembuatan rumah jamur. Apabila petani memelihara sekitar 3.000 – 5.000 kantong, dengan luas lahan sekitar 50 m², biaya produksi akan lebih efisien, sehingga keuntungan yang diperoleh lebih menarik.

Foto 4. Nandang Nurdin (penulis) dan Marta Atmaja
 Petani jamur tiram di Indramayu sendiri berkembang dengan pesat tercatat setidaknya 22 orang petani yang mengembangkan jamur putih ini dengan total sekitar 50.000 log dengan produksi 250 kg per musim. Pada umumnya, petani belum mampu membuat baglog sendiri, sebagian besar masih didatangkan yaitu Jatibarang, Lembang dan Purwokerto. Alasan petani pada umumnya adalah karena bibit diantar sampai tempat dan terhindar resiko jamur tiramnya tidak tumbuh. “Kami memberikan jaminan terhadap bibit kami, apabila tidak tumbuh maka kita ganti”. Kata Endi petani pembuat baglog dari Jatibarang.  

(Nandang)