SELAMAT DATANG

.

Rabu, 26 Januari 2011

Bertani Cerdas (smart farming)


Kata cerdas adalah salah satu kata istimewa yang memberi keunggulan dalam apapun yang tersemat. Bila anda amati di setiap daerah, pada waktu pemilihan wakil rakyat maupun kepala daerah selalu saja ada kontestan yang mengusung kata cerdas. Atau mungkin yang begitu banyak diikuti oleh generasi produktif negeri ini adalah cara bekerja cerdas. Saya tidak ingin membahas itu, karena tulisan saat ini lebih banyak mengupas tentang kata cerdas yang disimpan dibelakang kata bertani.

Ya, Bertani cerdas. Saya pun sesungguhnya tidak memahami betul apa yang dimaksud dengan bertani cerdas, karena menurut sudut pandang saya kata bertani cerdas memuat frame berpikir yang demikian luas, sebut saja tidak hanya memahami bagaimana cara budidaya tapi juga mengemas dan memasarkan dengan baik agar mendapatkan nilai tambah yang optimal. Atau memahami fisiologi dan karakteristik hama dan penyakit sehingga mampu mengembangkan pestisida nabati yang tentunya meminimalkan biaya usaha tani.

Namun untuk kali ini (selasa, 25 Januari 2011), pada acara dimana kami seluruh stake holder pertanian di Kabupaten kami bekerja diundang adalah bertani cerdas dalam bentuk pelayanan prima dari salah satu BUMN pertanian terkemuka di negeri ini untuk para petani. Pelayanan prima tersebut terdiri dari :

A. Toko swalayan pertanian

Konsep toko ini sebenarnya modifikasi dari kios pertanian yang ada di desa-desa. Hanya saja di toko swalayan pertanian ini ada beberapa nilai tambah yang ditawarkan seperti harga yang tertera pada setiap label produk, tempat pembelian yang nyaman serta harga yang lebih murah.

B. Pendampingan budidaya intensif

Konsep kedua yang saya kira sangat menarik. Para ahli budidaya pertanian yang merupakan bagian dari toko swalayan ini, bersedia memberikan bimbingan langsung terhadap para petani yang berminat mengembangkan varietas komoditas sesuai paket yang ditawarkan. Hal ini tidak main-main karena bimbingan tersebut akan sangat jauh dengan pola kebiasan petani dalam bercocok tanam yang selama ini dilakukan. 

Bimbingan budidaya ini terlebih dahulu dilakukan dengan melakukan rujukan terhadap peta kesesuaian lahan, kandungan unsur hara dan pola irigasi pada masing-masing desa dan kecamatan. Hal ini berarti sarana produksi yang digunakan oleh petani yang satu dengan petani yang lainnya akan sangat berbeda tergantung pada kondisi lahan dimana petani tersebut berada. Konsep ini kelihatannya sangat menarik karena mengembangkan integrasi antara pemasaran dan bimbingan di lapangan.



Beberapa upaya integrasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut mengingatkan saya pada apa yang dahulu pernah digagas pada Tahun 1998 silam oleh mahasiswa ditempat dulu saya menimba ilmu. Sebuah konsep yang dinamakan ‘AgriCon atau agro consultant’...maaf apabila saya salah, dimana konsep ini ingin mengoptimalkan peran mahasiswa yang berfungsi sebagai pelaksana, pembimbing dan penyedia klinik bagi budidaya pertanian. Sayang, saat itu saya tidak terlibat didalamnya, sehingga saya tidak tahu persis kenapa kelompok ini tidak jalan.




Kembali ke bertani cerdas, bentuk pendekatan usaha seperti ini bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan pendapatan yang lebih baik sepanjang petani konsumen tetap dijadikan subyek yang juga didengarkan pengalamannya, dihargai kearifan lokalnya serta dicarikan alternatif untuk pemasaran produk yang dibudidayakan tersebut (Nandang Nurdin untuk Pembukaan TOPSINDO, Toko Swalayan Pertanian, 22 Januari 2011, Patrol Indramayu).

4 komentar: